NGO Connect 2025: Menguatkan Fondasi Kolaborasi untuk Masa Depan Filantropi Indonesia

Pentingnya menyiapkan masa depan filantropi berkelanjutan
Fania Nur Athiyah
November 15, 2025

Pada 14 November, ratusan NGO, yayasan, lembaga zakat, dan pelaku filantropi berkumpul dalam NGO Connect 2025, sebuah konferensi tiga hari yang dirancang untuk mengakselerasi kolaborasi dan membangun ekosistem sosial yang lebih berkelanjutan di Indonesia.

Hari pertama membawa tema Menguatkan Fondasi Kolaborasi, menghadirkan rangkaian talkshow dan diskusi yang memantik perspektif baru tentang bagaimana kerja sosial dapat diperkuat melalui sinergi lintas sektor.

Sebelum memasuki sesi utama, acara dibuka dengan penampilan dari Teater Koma, kelompok teater legendaris Indonesia yang menghadirkan pementasan singkat bernuansa kemanusiaan. Pembukaan ini memberikan sentuhan artistik dan menjadi pengantar yang kuat untuk memasuki percakapan tentang empati, solidaritas, dan peran bersama dalam isu sosial.

Sesi Pembuka: Kolaborasi sebagai Prinsip Gerak Sosial

Sesi dimulai dengan sambutan hangat dari Menteri Sosial Indonesia, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang menyampaikan apresiasi terhadap upaya kolaboratif lembaga-lembaga sosial, termasuk peran Kitabisa sebagai jembatan antara masyarakat yang ingin membantu dan mereka yang membutuhkan.

“Kitabisa.com bisa sebesar ini karena kepercayaan masyarakat, karena dikelola secara transparan, manajemen yang baik dan profesional. Selama lembaga itu dikelola dengan baik maka akan bertahan dan berkelanjutan.”

Dalam pemaparannya, Gus Ipul menegaskan bahwa isu sosial tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan energi kolektif dari berbagai lembaga yang bergerak pada kapasitas masing-masing.

“Mari lembaga-lembaga, pemerintah, dan masyarakat, karena isu sosial perlu kolaborasi dari banyak pihak. Memberikan kontribusi pada dampak yang nyata adalah amal.”

Beliau juga memaparkan salah satu model pemberdayaan terpadu Kemensos: Sekolah Rakyat. Program ini digambarkan sebagai “miniatur pengentasan kemiskinan” yang menghubungkan intervensi dari hulu ke hilir; mulai dari pendidikan anak, renovasi rumah, pelatihan kerja orang tua, hingga akses kesehatan.

Dengan hilirisasi yang jelas, anak-anak diarahkan menuju masa depan yang lebih pasti: SMA unggulan, perguruan tinggi, pelatihan vokasi, hingga jalur wirausaha.

Teknologi sebagai Akselerator Perubahan Sosial

Sesi berlanjut dengan Vikra Ijaz, CEO Kitabisa, yang membagikan perjalanan organisasi sejak awal berdiri hingga menjadi platform filantropi terbesar di Indonesia. Melalui kisah pertumbuhan Kitabisa, Vikra menunjukkan bagaimana teknologi tidak hanya menjadi alat, tetapi juga akselerator yang mempercepat lahirnya banyak gerakan kebaikan.

Ia menegaskan bahwa inovasi digital telah membuka partisipasi publik, memperluas akses bantuan, serta menghadirkan standar baru dalam tata kelola filantropi modern. Perjalanan Kitabisa menjadi bukti bahwa teknologi dapat memperkuat lembaga sosial dalam membangun dampak yang lebih luas, terukur, dan berkelanjutan.

Filantropi Islam sebagai Solusi Sosial Masa Kini

Sesi sore menghadirkan talkshow dan tanyajawab mendalam tentang bagaimana filantropi Islam berperan dalam menjawab tantangan sosial masa kini oleh Ahmad Mujahid selaku Direktur Eksekutif Salam Setara beserta Agus Budiyanto selaku Direktur Eksekutif Forum Zakat (FOZ). Para pembicara membahas bagaimana zakat, infak, dan wakaf dapat dikelola secara lebih strategis untuk memberikan efek jangka panjang bagi pemberdayaan masyarakat.

Wawasan ini mempertegas bahwa filantropi Islam memiliki potensi besar untuk memperkuat transformasi sosial bila dikombinasikan dengan data, teknologi, dan model pemberdayaan yang tepat.

Memperkuat Aliansi Multi-Stakeholder dalam Filantropi

Pada sesi malam, Irvan Nugraha selaku Sekretaris Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia memperkenalkan konsep multi-stakeholder philanthropy alliance, sebuah pendekatan kolaboratif yang menyatukan NGO, foundation, sektor swasta, akademisi, dan publik.

Aliansi ini mendorong setiap pemangku kepentingan untuk tidak hanya bekerja berdampingan, tetapi bekerja saling melengkapi, sehingga dampak sosial dapat tercipta secara lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Menutup Hari Pertama: Membangun Ekosistem NGO yang Berkelanjutan

Hari pertama ditutup oleh Edo Irfandi yang menekankan bahwa keberlanjutan ekosistem NGO tidak hanya ditopang oleh pendanaan, tetapi juga kapasitas organisasi, transparansi, kemampuan mengukur dampak, dan kemauan untuk berkolaborasi.

Edo menggarisbawahi bahwa NGO Connect hadir sebagai wadah untuk menghubungkan lembaga-lembaga sosial, memperkuat kapasitas, serta membuka jalan bagi kolaborasi lintas sektor yang lebih besar.

Hari pertama NGO Connect 2025 memperlihatkan satu benang merah yang tegas: masa depan filantropi Indonesia membutuhkan ekosistem yang terintegrasi melalui kolaborasi lintas sektor, pemanfaatan teknologi, tata kelola yang profesional, dan pendekatan pemberdayaan berjalan selaras.

Pembahasan akan berlanjut di hari selanjutnya, melalui topik-topik yang memperkuat fondasi tersebut: regulasi, strategi pendanaan berkelanjutan, inovasi ekosistem filantropi, hingga pengenalan platform ImpactLeap untuk mengukur dampak berbasis teknologi dari Kitabisa yang membantu NGO menampilkan dampak dengan lebih transparan dan terukur.

Dengan fondasi kolaborasi yang semakin menguat, hari pertama menjadi pijakan penting menuju ekosistem filantropi yang lebih solid. Perjalanan masih panjang, namun langkah-langkah awal ini menunjukkan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari ruang yang dipenuhi niat baik.
Related Tags
Follow us