Dunia saat ini terus bergerak menuju masa depan yang berkelanjutan, bukan sekadar sebagai tren, tetapi sebagai proses penting untuk membangun dunia yang lebih inklusif, damai, dan sejahtera bagi semua. Selama ini, pemerintah dan sektor swasta telah lebih dulu mengambil peran dalam upaya ini. Namun kini, urgensi ini terus merambat, utamanya merambah ke institusi filantropi.
Filantropi memiliki potensi besar dalam berkontribusi terhadap pencapaian target keberlanjutan global. Namun, hal tersebut menuntut pergeseran dari pola pemberian amal tradisional menuju pendekatan yang lebih strategis, jangka panjang, dan berorientasi pada dampak. Dalam lanskap yang terus berkembang ini, filantropi tidak lagi hanya tentang “memberi”, tetapi tentang membentuk sistem yang lebih adil, tangguh, dan berkelanjutan.
Perubahan ini mendorong organisasi filantropi untuk menanamkan prinsip keberlanjutan ke dalam inti operasional mereka, bukan sebagai inisiatif sampingan, melainkan sebagai nilai yang terintegrasi. Nyatanya, nilai ini tidak hanya menguntungkan bagi penerima manfaat langsung, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Survei dari National Council of Social Service Singapura menunjukkan bahwa 66% dari 177 laporan bisnis global menyatakan bahwa investasi terhadap keberlanjutan komunitas telah meningkatkan reputasi mereka dan memperkuat posisi mereka di ruang publik.
Jawabannya terletak pada perlindungan dan penciptaan nilai. Perspektif keberlanjutan melindungi aset organisasi, seperti pendapatan dan reputasi, sekaligus menciptakan manfaat jangka panjang bagi para pemangku kepentingan. Manfaat ini mencakup hasil yang bersifat nyata, seperti penciptaan lapangan kerja, maupun yang tidak berwujud, seperti meningkatnya kepercayaan publik dan loyalitas karyawan. Pada akhirnya, hal ini berkontribusi terhadap komunitas yang lebih sehat dan institusi yang lebih kuat.
Dalam praktiknya, filantropi dalam mendorong keberlanjutan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jalur utama: pemberian donasi (giving), kerelawanan (volunteering), dan praktik operasional yang bertanggung jawab.¹ Selama ini, banyak lembaga filantropi telah unggul dalam hal memberi dan menjadi relawan. Namun tantangan sesungguhnya adalah bagaimana menanamkan praktik operasional yang bertanggung jawab ke dalam nadi organisasi mereka.
Salah satu cara yang paling kuat untuk menerapkan praktik tersebut adalah dengan mengadopsi prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance), yang menjadi fondasi transformasi keberlanjutan. Idealnya, prinsip ESG terjalin di seluruh rantai operasional organisasi, mulai dari kepemimpinan, perancangan program, hingga keterlibatan pemangku kepentingan dan kebijakan internal.
Untuk menerapkan ESG secara efektif, lembaga filantropi perlu terlebih dahulu menilai tingkat kematangan ESG mereka. Tidak semua organisasi berada di tahap yang sama. Beberapa baru mulai mengenal konsep ESG, sementara yang lain telah sepenuhnya mengintegrasikannya ke dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat kematangan ESG sangat tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran organisasi, ketersediaan sumber daya, dan komitmen kepemimpinan.
Pemetaan kematangan ESG adalah langkah penting dalam merancang strategi yang sesuai dan realistis. Bagi organisasi yang berada di tahap growth mindset, ini bisa dimulai dengan melakukan penilaian keberlanjutan, menetapkan kebijakan sosial dan lingkungan dasar, serta membangun kapasitas staf. Sedangkan bagi organisasi yang sudah lebih matang, ESG dapat diintegrasikan ke seluruh siklus program, termasuk sistem monitoring dan evaluasi berbasis dampak.
Kitabisa mengambil langkah nyata untuk memperkuat penerapan prinsip ESG. Organisasi ini terus memperkuat perannya sebagai platform pengelolaan dana filantropi dengan memastikan penciptaan nilai dan dampak yang berarti dari setiap dana yang tersalurkan. Bukan hanya itu, Kitabisa secara aktif berkolaborasi dengan lebih dari 400 perusahaan untuk menciptakan dampak yang lebih besar, seperti melalui mekanisme blended financing.
Melalui transformasi ini, Kitabisa menawarkan solusi terintegrasi yang mencakup strategi pendanaan, dukungan implementasi, riset, dan jasa konsultasi, sehingga mitra perusahaan dapat menghasilkan dampak filantropi yang lebih efektif dan berjangka panjang.
Selain itu, Kitabisa telah membangun dirinya sebagai perantara terpercaya, yang menghubungkan para donatur dermawan dengan organisasi sosial yang berdampak di seluruh Indonesia. Seluruh upaya ini dirancang untuk mendukung lebih dari 3.000 lembaga filantropi di Indonesia agar lebih selaras dengan target-target keberlanjutan dan menghadirkan perubahan yang berarti.
Kami meyakini bahwa lembaga filantropi memiliki potensi besar sebagai katalisator dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan mengadopsi prinsip ESG bersama perusahaan dan lembaga filantropi lainnya, kita dapat melampaui sekadar memberi, dan membentuk ekosistem yang berlandaskan tanggung jawab sosial, keadilan lingkungan, dan tata kelola yang transparan demi masa depan yang lebih baik.
1 Government of Singapore. (2024). Sustainable philanthropy: A framework and guide to ESG for charities and foundations. https://file.go.gov.sg/sustainablephilanthropy.pdf