Hari pertama FiFest 2025 berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Suasananya ramai sejak pagi, dengan berbagai komunitas, pengunjung, dan lembaga filantropi berkumpul dalam semangat berbagi. Sekitar pukul 11.45, area Filantropi Expo: The Backyard mulai padat. Pengunjung berpindah dari satu booth ke booth lain, termasuk booth Kitabisa.org yang mengajak mereka membuat dan berbagi gratis seed bomb, bola kecil berisi benih tanaman, bagian dari gerakan 1 Miliar Pohon dari Kitabisa, serta mengajak pengunjung untuk menulis surat cinta untuk bumi
Booth-booth lain juga tak kalah menarik, mulai dari organisasi kemanusiaan, lembaga zakat, hingga perusahaan sosial. Di antara puluhan booth yang hadir, beberapa di antaranya merupakan mitra yang telah berkolaborasi dengan Kitabisa dalam berbagai program sosial, seperti: Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Human Initiative, Bakti Barito Foundation, Wardah (ParagonCorp), Baznas, Djarum Foundation, dan masih banyak lagi.
Kolaborasi dengan mereka selama ini mencakup banyak sektor, dari bantuan bencana, kesehatan, pendidikan, hingga kampanye publik yang menjangkau jutaan penerima manfaat. Suasana booth pun tak sekadar informatif, tapi terasa seperti reuni kecil dari ekosistem kebaikan yang saling terhubung.
Edo Irfandi, Direktur Kitabisa.org membuka sesi dengan membagikan manifesto Kitabisa yang ditulis oleh Vikra Ijas, CEO Kitabisa.
Giving Is Not Broken, It’s Underestimated.
The world gives everyday. But the giving is scattered, reactive, & forgotten. Donations flow, but the system don’t grow. Campaigns trend, but problems persist.
We don’t suffer from lack of generosity. We suffer from lack of infrastructure to make generosity count, Giving isn’t just we give away. It’s how we show up. How we consume. How we protect. How we live.
Setelahnya, Edo Irfandi membahas mengenai filosofi program Teach4Hope, sebuah inisiatif pendidikan yang mendorong perjalanan dari mustahik ke muzaki, dari penerima manfaat menjadi pemberi manfaat. Dari sinilah lahir komunitas Fellowhope, tempat anak-anak muda belajar, berbagi, dan tumbuh bersama di bidang pemberdayaan. Kitabisa juga mengenalkan program Harpa, Askara, dan Ganavira yang menaungi komunitas InTERRAaction, di mana setiap anggota di dalamnya bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan edukatif dan inklusif di bidang lingkungan seperti kunjungan bersama ke kebun binatang, membersihkan shelter kucing, memberi makan dan merawat hewan. Peran dari semua pihak menjadi sangat penting untuk membangun ekosistem dampak berkelanjutan, secara aksi maupun pendanaan berkelanjutan di Kitabisa.org.
Marsya Nurmaranti dari Indorelawan menegaskan pentingnya gotong royong yang dihidupkan melalui aksi kerelawanan. Program Generasi Relawan jadi bukti nyata bagaimana ribuan relawan bisa bergerak di isu-isu plastik, literasi, dan stunting, dan tahun depan, batch ke-8 akan kembali dibuka untuk pegiat sosial yang ingin melebarkan dampak terhadap isu genting di Indonesia.
Mandira Elmir dari Forum Indonesia Muda membawa cerita tentang pentingnya ruang pengembangan karakter dan kepemimpinan. Sejak 2003, FIM hadir sebagai wadah diskusi dan pelatihan bagi calon pemimpin muda, dengan jaringan aktif di lebih dari 60 regional.
Sesi ditutup oleh Rina Fatimah dari Forum Beasiswa Indonesia, yang mengangkat isu rendahnya partisipasi beasiswa di Indonesia. Ia menekankan pentingnya pemerataan akses dan informasi, terutama bagi daerah-daerah di luar kota besar.
Usai sesi talkshow, malam harinya Kitabisa juga menghadiri Philanthropy Leadership Dinner, forum bagi para pemimpin filantropi untuk merumuskan visi bersama. Dalam sesi bertajuk “Inklusi Ekonomi: Strategi Optimalisasi Dampak Filantropi”, Kitabisa membuka diskusi tentang bagaimana pendekatan kolaboratif bisa mengatasi kemiskinan dan memperkecil kesenjangan ekonomi. Acara ini juga dihadiri oleh tokoh publik seperti Budiman Sudjatmiko.
Meski singkat, rangkaian FiFest hari itu terasa sarat akan makna. Bukan hanya soal program, tetapi tentang semangat yang ditularkan oleh anak-anak muda, mereka yang meyakini bahwa perubahan bisa dimulai dari keresahan yang datang dari lingkungan terdekat.
FiFest hari pertama menjadi bukti bahwa dampak sosial tak selalu terlihat besar di awal. Tapi seperti benih yang disemai lewat tangan-tangan penuh harapan, ia akan tumbuh bila dirawat bersama.